Model Pendidikan Alternatif di
Indonesia (1)
M o d e l p e n d i d i k a n y a n g
bagaimanakah yang terbaik bagi
seorang anak? apakah ada model
pendidikan ideal yang cocok untuk
semua anak? pada zaman sekarang ini
sangat sulit menemukan sebuah model
pendidikan yang baik. Kalau ada yang
menawarkan pendidikan yang baik,
maka biasanya harga yang harus
dibayarkan juga mahal. Jadi tidak
semua orang bisa memperoleh
pendidikan tersebut terutama
golongan menengah ke bawah.
Idealnya, sebagaimana Kembara
(2007) tuliskan, model pendidikan
terbaik adalah sebuah pendidikan yang
mendukung masa depan si anak dan
sesuai dengan karakter anak tersebut.
Menurutnya, berbagai alternatif dalam
bidang pendidikan bisa mencakup
special needs/talents schools (sekolahsekolah
kebutuhan khusus/keahlian,
seperti sekolah atlit, sekolah musik,
d a n s e ko l a h a g a m a ) , s p e c i a l
service/attention schools (sekolahsekolah
pelayanan khusus, seperti
sekolah autisme, dan sekolah
rehabilitasi narkoba), community
education (pendidikan masyarakat,
seperti kelas berjalan, dan sekolah
alam) dan e-learning (pembelajaran
online atau digital) (h. 12-15).
B e r b a g a i m a c a m d a n r a g a m
pendidikan tersebut di atas perlu
d i ke m b a n g k a n s e s u a i d e n g a n
keperluan masing-masing anak,
karena setiap anak akan memerlukan
jenis sekolah yang berbeda sesuai
dengan kemampuan yang ada pada
dirinya. Tidaklah bijak kalau kita
menyamaratakan kemampuan semua
anak.
Hampir senada, Djohar (2006)
setuju bahwa pendidikan yang baik itu
fokusnya adalah pada si anak,
kemampuannya, keahliannya, dan
ketertarikannya. Sebagai contoh,
u n t u k m e n g u r a n g i a n g k a
p e n g a n g g u r a n d i I n d o n e s i a ,
p e m e r i n t a h b i s a m e n c i p t a k a n
pendidikan kejuruan yang dikenal
dengan Pendidikan untuk Mencari
Nafkah (PMN).
Namun permasahalan utama
dalam menjalankan jenis pendidikan ini
adalah ketersediaan dana, guru yang
berkualitas, desain kurikulum, dan
anggapan masyarakat sendiri terhadap
pendidikan kejuruan yang dianggap
masih lebih rendah dari sekolah biasa
(Mardikanto, 1997, p. 15). Sekolah
k e j u r u a n s e h a r u s n y a b i s a
mengarahkan langsung peserta
didiknya untuk menjadi manusiamanusia
yang siap pakai dalam
masyarakat. Anggapan bahwa sekolah
kejuruan ini tidak sederajat dengan
sekolah biasa haruslah di kaji ulang
karena kita lebih memerlukan orangorang
yang bisa mandiri dan mampu
membangun masyarakat.
Bambang, seorang praktisi
pendidikan alternatif, mengajukan ide
bahwa pendidikan jarak jauh
merupakan sebuah program yang ideal
untuk masyarakat Indonesia sebagai
sebuah alternatif pendidikan (Badrun &
Bastian, 1999).
Dengan alasan
tersebut, dia mendirikan sebuah
organisasi di awal tahun 1998 bernama
DiLI (Distance Learning Institute) atau
Pe n d i d i k a n J a ra k J a u h , ya n g
didasarkan pada ide pendidikan liberal.
Hal ini mungkin ada benarnya melihat
situasi dan kondisi wilayah Indonesia
yang begitu luas. Dengan sistim
pendidikan jarak jauh ini paling kurang
akan dapat mengurangi biaya tempat
karena masing-masing bisa belajar dari
mana saja. Namun kendala utamanya
adalah harus adanya teknologi dan
pemakaiannya yang memadai dan
terarah.
Pada dasarnya tidak ada satu
model pendidikan terbaik yang bisa
cocok untuk setiap kebutuhan anak.
Harefa (2002) dan Pora (2004) bahkan
merekomendasikan tidak usah pergi
saja ke sekolah. Kita bisa belajar dari
tokoh internasional seperti Bill Gates,
Larry Ellison, dan Robert T. Kiyosaki
atau figur nasional seperti Nurchlish
Madjid, dan sebagainya.
Kebanyakan
tokoh dan figur diatas adalah orangorang
yang tidak tamat sekolahnya,
namun justru bisa sukses besar dalam
hidup mereka.
K a l a u m e m a n g t u j u a n
daripada bersekolah adalah supaya
bisa sukses hidup, maka ada benarnya
pendapat Harefa dan Pora bahwa
sekolah itu tidak perlu, yang penting
adalah belajar kecakapan hidup untuk
sukses. Lebih lanjut Harefa (2002)
mempertanyakan, “Haruskah sekolah
itu dihapuskan?” Hal yang paling
penting untuk diperhatikan sebenarnya
adalah menciptakan forum-forum
pembelajaran yang baru yang bisa
meningkatkan ide-ide tentang
menemukan kembali jiwa-jiwa
pembelajaran. Kita masih memerlukan
sekolah, namun arah dan kebijakannya
yang harus di kaji ulang supaya sesuai
dengan kebutuhan setiap anak.
Hampir sama, Mastuhu (2007)
bahkan menyarankan untuk belajar
dari perusahaan-perusahaan visioner
dunia agar dapat meningkatkan
kualitas pendidikan, seperti 3M,
American Express, Boeing, Citi Corp,
Ford, General Electric, Hawlett
Packard, IBM, Johnson & Johnson,
Marriott, Merck, Motorola, Nord Strom,
Philips Morris, Procter & Gamble, Sony,
Wal-Mart, dan Walt Disney (p. 82).
Perusahaan-perusahaan tersebut
memberikan contoh bagaimana
menciptakan produk yang bisa
bersaing di pasar dan dalam
masyarakat. Sekolah sebenarnya juga
seperti itu, mampu melahirkan aktora
k t o r y a n g b i s a h i d u p d a n
berkontribusi dalam masyarakat.
Sinyeu (August 23, 2012/3:22 p.m.)