Minggu, 16 September 2012

Menuju Ke Arah Pengembangan Pendidikan Alternatif (Bagian Ketigabelas) Oleh: Ahmad Faizuddin, M.Ed

Model Pendidikan Alternatif di Indonesia (1) 
M o d e l p e n d i d i k a n y a n g bagaimanakah yang terbaik bagi seorang anak? apakah ada model pendidikan ideal yang cocok untuk semua anak? pada zaman sekarang ini sangat sulit menemukan sebuah model pendidikan yang baik. Kalau ada yang menawarkan pendidikan yang baik, maka biasanya harga yang harus dibayarkan juga mahal. Jadi tidak semua orang bisa memperoleh pendidikan tersebut terutama golongan menengah ke bawah. Idealnya, sebagaimana Kembara (2007) tuliskan, model pendidikan terbaik adalah sebuah pendidikan yang mendukung masa depan si anak dan sesuai dengan karakter anak tersebut. Menurutnya, berbagai alternatif dalam bidang pendidikan bisa mencakup special needs/talents schools (sekolahsekolah kebutuhan khusus/keahlian, seperti sekolah atlit, sekolah musik, d a n s e ko l a h a g a m a ) , s p e c i a l service/attention schools (sekolahsekolah pelayanan khusus, seperti sekolah autisme, dan sekolah rehabilitasi narkoba), community education (pendidikan masyarakat, seperti kelas berjalan, dan sekolah alam) dan e-learning (pembelajaran online atau digital) (h. 12-15). 

B e r b a g a i m a c a m d a n r a g a m pendidikan tersebut di atas perlu d i ke m b a n g k a n s e s u a i d e n g a n keperluan masing-masing anak, karena setiap anak akan memerlukan jenis sekolah yang berbeda sesuai dengan kemampuan yang ada pada dirinya. Tidaklah bijak kalau kita menyamaratakan kemampuan semua anak. Hampir senada, Djohar (2006) setuju bahwa pendidikan yang baik itu fokusnya adalah pada si anak, kemampuannya, keahliannya, dan ketertarikannya. Sebagai contoh, u n t u k m e n g u r a n g i a n g k a p e n g a n g g u r a n d i I n d o n e s i a , p e m e r i n t a h b i s a m e n c i p t a k a n pendidikan kejuruan yang dikenal dengan Pendidikan untuk Mencari Nafkah (PMN). Namun permasahalan utama dalam menjalankan jenis pendidikan ini adalah ketersediaan dana, guru yang berkualitas, desain kurikulum, dan anggapan masyarakat sendiri terhadap pendidikan kejuruan yang dianggap masih lebih rendah dari sekolah biasa (Mardikanto, 1997, p. 15). Sekolah k e j u r u a n s e h a r u s n y a b i s a mengarahkan langsung peserta didiknya untuk menjadi manusiamanusia yang siap pakai dalam masyarakat. Anggapan bahwa sekolah kejuruan ini tidak sederajat dengan sekolah biasa haruslah di kaji ulang karena kita lebih memerlukan orangorang yang bisa mandiri dan mampu membangun masyarakat. Bambang, seorang praktisi pendidikan alternatif, mengajukan ide bahwa pendidikan jarak jauh merupakan sebuah program yang ideal untuk masyarakat Indonesia sebagai sebuah alternatif pendidikan (Badrun & Bastian, 1999). 

Dengan alasan tersebut, dia mendirikan sebuah organisasi di awal tahun 1998 bernama DiLI (Distance Learning Institute) atau Pe n d i d i k a n J a ra k J a u h , ya n g didasarkan pada ide pendidikan liberal. Hal ini mungkin ada benarnya melihat situasi dan kondisi wilayah Indonesia yang begitu luas. Dengan sistim pendidikan jarak jauh ini paling kurang akan dapat mengurangi biaya tempat karena masing-masing bisa belajar dari mana saja. Namun kendala utamanya adalah harus adanya teknologi dan pemakaiannya yang memadai dan terarah. Pada dasarnya tidak ada satu model pendidikan terbaik yang bisa cocok untuk setiap kebutuhan anak. Harefa (2002) dan Pora (2004) bahkan merekomendasikan tidak usah pergi saja ke sekolah. Kita bisa belajar dari tokoh internasional seperti Bill Gates, Larry Ellison, dan Robert T. Kiyosaki atau figur nasional seperti Nurchlish Madjid, dan sebagainya. 

Kebanyakan tokoh dan figur diatas adalah orangorang yang tidak tamat sekolahnya, namun justru bisa sukses besar dalam hidup mereka. K a l a u m e m a n g t u j u a n daripada bersekolah adalah supaya bisa sukses hidup, maka ada benarnya pendapat Harefa dan Pora bahwa sekolah itu tidak perlu, yang penting adalah belajar kecakapan hidup untuk sukses. Lebih lanjut Harefa (2002) mempertanyakan, “Haruskah sekolah itu dihapuskan?” Hal yang paling penting untuk diperhatikan sebenarnya adalah menciptakan forum-forum pembelajaran yang baru yang bisa meningkatkan ide-ide tentang menemukan kembali jiwa-jiwa pembelajaran. Kita masih memerlukan sekolah, namun arah dan kebijakannya yang harus di kaji ulang supaya sesuai dengan kebutuhan setiap anak. Hampir sama, Mastuhu (2007) bahkan menyarankan untuk belajar dari perusahaan-perusahaan visioner dunia agar dapat meningkatkan kualitas pendidikan, seperti 3M, American Express, Boeing, Citi Corp, Ford, General Electric, Hawlett Packard, IBM, Johnson & Johnson, Marriott, Merck, Motorola, Nord Strom, Philips Morris, Procter & Gamble, Sony, Wal-Mart, dan Walt Disney (p. 82). Perusahaan-perusahaan tersebut memberikan contoh bagaimana menciptakan produk yang bisa bersaing di pasar dan dalam masyarakat. Sekolah sebenarnya juga seperti itu, mampu melahirkan aktora k t o r y a n g b i s a h i d u p d a n berkontribusi dalam masyarakat. Sinyeu (August 23, 2012/3:22 p.m.)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar