Sabtu, 17 September 2011

Minoritas Non-Muslim di Negeri Syari’at Oleh : Baihaqi

Masih ingatkah kita dengan berita
mengenai aliran sesat yang mewabah
remaja Aceh beberapa bulan yang lalu ? Itu
merupakan pengalaman pahit yang
membekas pada masyarakat Aceh, betapa
tidak, Aceh yang merupakan propinsi satusatunya
di Indonesia yang menerapkan
Syariat Islam ternyata mampu dimasuki
oleh jaringan aliran sesat yang mewabah
kepada ratusan remaja berintelektual.
Jumlah Muslim di dunia mencapai + 700
juta pemeluk, di Indonesia sendiri
mencapai 90% dari total penduduk, dan di
Aceh berjumlah 97,6% dari total
penduduk.
Namun demikian, bukan berarti
mayoritas Muslim mengucilkan minoritas
non-Muslim, itu kesalahan besar.
Hubungan antara sesama warga Negara,
yang muslim ataupun yang bukan muslim
sepenuhnya ditegakkan atas dasar
toleransi, keadilan, kebajikan, dan kasih
sayang, yaitu dasar-dasar yang tidak pernah
dikenal oleh kehidupan manusia sebelum
Islam, dan beberapa abad kemudian,
s e h i n g g a me n d o r o n g k e d a l am
pertentangan berdarah dengan mereka
yang berlainan agama, ras ataupun warna
kulit.
Namun mengapa masih terjadi hal-hal
yang demikian ? Apakah kita selaku
Muslim yang baik tidak ingat kepada
Firman Allah di dalam Surat al-
Mumtahanah ayat 8-9 ?
“ Allah tiada melarang kamu untuk berbuat
baik dan berlaku adil terhadap orang-orang
yang tiada pula mengusir kamu dari negeri
mu, Sesungguhnya Allah menyukai orangorang
yang berlaku adil. Allah hanya
melarang kamu menjadikan sebagai
kawanmu orang-orang yang memerangimu
karena agama, dan mengusir kamu dri
negerimu dan membantu orang lain untuk
mengusirmu, dan barangsiapa yang
menjadikan mereka sebagai kawan, maka
itulah orang-orang yang zalim”(Q.S.60:8-
9).
Prof.Dr.H.Mahmud Yunus sendiri
menafsirkan ayat tersebut bahwa Islam
boleh berbuat baik dan berlaku adil kepada
orang-orang kafir yang tidak memerangi
mereka. Yang dilarang Allah hanyalah
mengangkat pemimpin dari orang-orang
kafir yang memerangi mereka dan
mengusir mereka dari tanah airnya. Oleh
sebab itu salahlah persepsi orang-orang
(kafir) itu sendiri yang mengatakan bahwa
Islam menyuruh memerangi semua orangorang
kafir dan merampas hartanya. Dalam
surat al-Baqarah ayat 190 menambah
keterangan lagi yaitu: “ Hendaklah kamu
perangi pada jalan Allah orang-orang yang
memerangi kamu dan janganlah kamu
melampaui batas”.

Di dalam Islam, warga Negara non-
Muslim disebut dengan Ahludz-Dzimmah
atau Adz-Dzimmiyyun. Kata Dzimmah
berarti perjanajian, jaminan, keamanan.
Mereka dinamakan demikian karena telah
memiliki jaminan perjanjian ('ahd) Allah dan
Rasul serta jamaah kaum Muslimin untuk
hidup dengan aman dan tenteram di bawah
perlindungan Islam dan dalam lingkungan
masyarakat Islam, jadi bisa dikatakan bahwa
mereka mendapat jaminan keamanan kaum
Muslimin berdasarkan akad Dzimmah. Ada
beberapa hak yang diberikan kaum Muslimin
ketika mereka bertempat tinggal di sebuah
Negara Islam.
Yang pertama adalah hak untuk
menikmati perlindungan negara,perlindungan
ini mencakup segala macam pelanggaran
(serangan) baik dari luar maupun dari dalam
negeri itu sendiri, seperti Sabda Nabi :
“Barang siapa mengganggu seorang Dzimmi,
sungguh ia telah menggangguku, dan barang
siapa menggangguku sungguh ia telah
mengganggu Allah”. (H.R.Thabrani)
Yang kedua adalah perlindungan nyawa
dan badan, kaum Fuqaha telah bersepakat
bahwa pembunuhan yang dilakukan terhadap
seorang Dzimmi merupakan dosa besar.
Keselamatan mereka dilindungi oleh Islam,
demikian pula anggota badan mereka
dilindungi dari tindakan pemukulan dan
penyiksaan,sekalipun mereka terlambat
melaksanakan kewajiban keuangan yang
ditetapkan seperti jizyah dan kharaj.
Yang ketiga adalah perlindungan harta
benda, dimana ini merupakan kesepakatan
kaum Muslimin dari semua madzhab bahwa
perlindungan harta benda mereka sama
halnya dengan perlindungan terhadap jiwa
dan badan mereka. Diantara pesan-pesan
Umar kepada Abu Ubaidah adalah :
“Cegahlah kaum Muslimin dari tindak zalim
terhadap mereka (yakni Ahludz-Dzimah),
menggaggu,ataupun memakan harta mereka
k e c u a l i d e n g a n c a r a - c a r a y a n g
menghalalkannya”.
Yang keempat adalah perlindungan
terhadap kehormatan, Islam memberikan
perlindungan tehadap kehormatan dan harga
diri seoran dzimmi seperti halnya terhadap
kaum Muslimin, siapa saja tidaklah boleh
menc a c i s eor ang dz immi a t aupun
menunjukkan tuduhan palsu terhadapnya.
Selain itu Islam juga memberikan hak
terhadap kebebasan bekerja, berusaha, serta
juga memberikan terhadap jabatan dalam
pemerintahan, kecuali jabatan yang memiliki
warna keagamaan, pemimipin tertinggi
negara, panglima tentara, hakim untuk kaum
Muslimin dan sebagainya. Bahkan pada masa
pemerintahan Abbasiyah pun, jabatan
kementerian pelaksanaan bebearpa kali telah
dipegang oleh orang-orang Nasrani, yaitu
Nashr (309 H) dan Isa bin Nasthores (380H).
Dan masih banyak lagi hak-hak Ahludz-
Dzimmah yang hidup di negara Islam, disini
saya hanya menjelaskan beberapa intinya
saja.

Disamping hak yang diperoleh oleh
Ahludz-Dzimmah, mereka juga wajib
memenuhi beberapa kewajiban terhadap
kaum Muslimin.Di dalam sebuah buku
karangan Dr. Yusuf Qardhawi yang berjudul
”Minoritas Non-Muslim di dalam
Masyarakat Islam” dicantumkan beberapa
kewajiban mereka, yaitu;
Yang pertama adalah mereka wajib
membayar jizyah ( semacam zakat)
tahunan atas tiap kepala berupa sejumlah
uang kecil yang dikenakan terhadap pria
baliqh dan memiliki kemampuan,
sedangkan fakir miskin di bebaskan sama
sekali daripadanya. Nmaun jizyah tidak
berlaku lagi bila Ahludz-Dzimmah telah
memeluk Islam.
Juga mereka dikenakan Kharaj
( s ema c am p a j a k k e k a y a a n a t a s
tanah),Ahludz-Dzimmah tetap dikenakan
kharaj walaupun ia telah memeluk Islam.
Yang kedua, Ahludz-Dzimmah (dzimmi)
berkewajiban untuk berkomitmen atau
tunduk terhadap perundang-undangan
Islam yang tidak menyentuh aqidahaqidah
mereka. Sebagian kalangan
Fuqaha berpendapat, jika mereka
meminta Islam mengadili diantara
mereka, maka kita kaum Muslimin
dibolehkan memilih apakah akan
memperlakukan hukum syariat atau
bersikap netral.
Dan yang terakhir adalah Ahludz
dzimmah berkewajiban untuk menghormati
kaum Muslimin. Mereka wajib menjaga
pergaulan,busana, dan tidak dibenarkan
pula mempopulerkan berbagai aqidah dan
ideologi yang bertentangan dengan aqidah
agama negara. Mereka tidak boleh secara
terang-terangan meminum khamr, makan
daging babi,walaupun di dalam keyakinan
mereka khamr dan babi itu hal yang
dibolehkan.
Apa yang telah saya uraikan adalah
bukannya Islam hendak berlaku sewenang
wenang terhadap minoritas non-Muslim
(yang telah memiliki perjanjian dengan
kaum Muslimin) atau pun bersikap
berlebihan terhadap mereka. Namun
sesungguhnya Islam itu adalah agama yang
lembut tapi tegas, menghormati hak-hak
orang lain dan agama yang cinta
perdamaian. Jika masyarakat non-Muslim
telah menghormati hak-hak setiap kaum
Muslimin dan tidak selalu berburuk sangka,
maka saya kira tidak akan ada yang
namanya perang antar agama, ras, ataupun
warna kulit.Terkait Penyebaran aliran sesat
beberapa bulan lalu, ini merupakan
pelangaran hak yang harus ditindak tegas
oleh penegak hukum di Aceh, tak khayal
seluruh masyrakatAceh menginginkan agar
dalang penyebaran agama sesat tersebut di
hukum mati. (Penulis adalah Remaja Masjid
Sibreh - Suka Makmur)-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar