Merokok sudah menjadikebiasaan khususnya di Aceh. Hampir setiap orang
laki-laki di Aceh mengisap benda silinder
berukuran panjang 70-120 mm dengan
diameter 10 mm yang terbuat dari kertas
campur tembakau cacah ini. Setiap hari
berbatang-batang rokok di bakar salah satu
ujungnya dan dihirup asapnya lewat ujung
satunya lagi. Oleh karena itu, Penulis ingin
m e n g a j a k p e m b a c a u n t u k
menginstrospeksi diri akan kebiasaan ini.
Kalau ditanya apakah alasan utama
seseorang merokok, maka jawabannya
pasti beragam. Ada dua jawaban umum
paling ngawur kalau kita bertanya kepada
ahli hisap (baca: perokok). Pertama,
merokok keu mangat babah (Aceh: supaya
sedap mulut). Umum sekali kita lihat bagi
kaum laki-laki khususnya, setelah makan
baik pagi, siang ataupun malam, harus ada
menu penutup (desert) berupa sebatang
rokok. Kalau tidak, maka orang tersebut
seolah - olah merasa mulutnya masam
d a n t i d a k e n a k .
Kedua, sebagai bentuk protes. Mungkin ini
jawaban paling asal. Perokok itu tahu
bahwa konsekuensi merokok tidak baik,
namun dia berpegang pada prinsip lebih
baik membakar rokok daripada membakar
pabrik pembuat rokok.
Terlepas dari alasan apapun mengapa
seseorang merokok, saya rasa semua orang
sependapat bahwa merokok tidak bagus
untuk kesehatan. Bahkan di bungkusan
rokok sendiri di tuliskan pesan peringatan
dengan huruf kapital, “MEROKOK
DAPAT MENYEBABKAN KANKER,
SERANGAN JANTUNG, IMPOTENSI,
DAN GANGGUAN KEHAMILAN DAN
JANIN.” Namun sayang sekali itu hanya
menjadi hiasan. Tidak ada orang yang
mematuhinya.
Sebenarnya banyak organisasi dan
Negara di dunia sudah menetapkan status
hukum rokok. Muhammadiyah, misalnya,
telah mengeluarkan fatwa haramnya rokok
melalui Majlis Tarjih dan Tajdid pada 7
Maret 2010 di Yogyakarta.
Dengan ini mereka memperbaharui
ketetapan sebelumnya pada tahun 2005
bahwa merokok itu mubah. Ulama Arab
Saudi dan Mesir juga mengharamkan
rokok yang kemudian di Indonesia di iikuti
oleh MUI. Organisasi Kesehatan Dunia
(World Health Organization, WHO) juga
“mengharamkan” rokok dengan alasan
utama kesehatan bahkan penyebab utama
tingginya angka kematian.
Akhirnya, apakah warga Aceh siap
untuk berhenti merokok? Sesuatu yang
baik harus segera kita mulai dan usaha
menuju ke arah kebaikan harus tetap kita
tempuh. Kalau perlu kita buat kurikulum
khusus untuk pendidikan rokok meskipun
usaha ini akan memakan waktu yang lama
karena sudah berurat berakar (baca:
membudaya) dalam kehidupan sehari-hari.
Semoga generasi Aceh ke depan adalah
generasi yang bebas dari asap rokok.
Wa l l a a h u a ' l a m b i s h s h a w a a b .
(Ahmad Fizuddin, M.Ed)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar