Jumat, 27 April 2012

Pendidikan Rokok Untuk Aceh

Merokok sudah menjadikebiasaan khususnya di Aceh. Hampir setiap orang laki-laki di Aceh mengisap benda silinder berukuran panjang 70-120 mm dengan diameter 10 mm yang terbuat dari kertas campur tembakau cacah ini. Setiap hari berbatang-batang rokok di bakar salah satu ujungnya dan dihirup asapnya lewat ujung satunya lagi. Oleh karena itu, Penulis ingin m e n g a j a k p e m b a c a u n t u k menginstrospeksi diri akan kebiasaan ini. Kalau ditanya apakah alasan utama seseorang merokok, maka jawabannya pasti beragam. Ada dua jawaban umum paling ngawur kalau kita bertanya kepada ahli hisap (baca: perokok). Pertama, merokok keu mangat babah (Aceh: supaya sedap mulut). Umum sekali kita lihat bagi kaum laki-laki khususnya, setelah makan baik pagi, siang ataupun malam, harus ada menu penutup (desert) berupa sebatang rokok. Kalau tidak, maka orang tersebut seolah - olah merasa mulutnya masam d a n t i d a k e n a k . 

Kedua, sebagai bentuk protes. Mungkin ini jawaban paling asal. Perokok itu tahu bahwa konsekuensi merokok tidak baik, namun dia berpegang pada prinsip lebih baik membakar rokok daripada membakar pabrik pembuat rokok. Terlepas dari alasan apapun mengapa seseorang merokok, saya rasa semua orang sependapat bahwa merokok tidak bagus untuk kesehatan. Bahkan di bungkusan rokok sendiri di tuliskan pesan peringatan dengan huruf kapital, “MEROKOK DAPAT MENYEBABKAN KANKER, SERANGAN JANTUNG, IMPOTENSI, DAN GANGGUAN KEHAMILAN DAN JANIN.” Namun sayang sekali itu hanya menjadi hiasan. Tidak ada orang yang mematuhinya. Sebenarnya banyak organisasi dan Negara di dunia sudah menetapkan status hukum rokok. Muhammadiyah, misalnya, telah mengeluarkan fatwa haramnya rokok melalui Majlis Tarjih dan Tajdid pada 7 Maret 2010 di Yogyakarta. Dengan ini mereka memperbaharui ketetapan sebelumnya pada tahun 2005 bahwa merokok itu mubah. Ulama Arab Saudi dan Mesir juga mengharamkan rokok yang kemudian di Indonesia di iikuti oleh MUI. Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization, WHO) juga “mengharamkan” rokok dengan alasan utama kesehatan bahkan penyebab utama tingginya angka kematian. 

Akhirnya, apakah warga Aceh siap untuk berhenti merokok? Sesuatu yang baik harus segera kita mulai dan usaha menuju ke arah kebaikan harus tetap kita tempuh. Kalau perlu kita buat kurikulum khusus untuk pendidikan rokok meskipun usaha ini akan memakan waktu yang lama karena sudah berurat berakar (baca: membudaya) dalam kehidupan sehari-hari. Semoga generasi Aceh ke depan adalah generasi yang bebas dari asap rokok. Wa l l a a h u a ' l a m b i s h s h a w a a b . (Ahmad Fizuddin, M.Ed)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar